Rabu, 02 Oktober 2013

Merespon Geliat Anak-anak Nias di Face Book



Geliat anak-anak Nias di face book nampak makin dinamis. Beberapa grup sudah, dan terus dibentuk. Di antaranya ialah Suara Nias, Forum Nias Barat, Forum Masyarakat Nias Selatan, Kabar Dari Nias, Nias Community, Komunitas Sadar Wisata Nias, dst. Grup yang anggotanya terbanyak adalah Suara Nias dan Forum Masyarakat Nias Selatan. Hampir 12 ribu dan 11 ribu anggota. Lainnya di bawah 4000 anggota. 

Jumlah anggota grup terus bertambah. Ada yang hanya menjadi anggota pada satu-dua grup. Ada yang masuk di semua grup. Di sini nampak bahwa anggota grup Suara Nias banyak yang setia. Setelah tercatat pada Suara Nias, mereka tidak masuk di grup lain. Grup “Suara Nias”, entah kenapa, lebih disukai.

Yang menarik, latar belakang anggota grup. Bukan cuma kaum terdidik atau yang tinggal di kota-kota besar di luar Nias. Tetapi dari berbagai latar belakang di Kabupaten/Kota sampai kecamatan dan desa di Nias. Gejala ini menunjukkan bahwa semangat anak-anak Nias memanfaatkan jasa internet terus meningkat seiring pergerakan waktu. 


Rupa-rupa Motivasi

Motivasi bergabung di FB sangat beragam. Hal ini nampak dari tulisan-tulisan mereka saat membaharui (updating) status atau mengomentari tulisan teman. Sekilas, tulisan-tulisan tersebut ada yang sekedar guyonan, menjalin pertemanan, membangun komunikasi, atau mengekspresikan perasaan sekenanya. 

Namun bila dicermati, ide yang sering dilontarkan sarat makna. Di antaranya, Pertama, rata-rata memiliki keinginan besar untuk memajukan kepulauan Nias. Tulisan tentang itu terus muncul dalam rupa-rupa ekspresi dari waktu ke waktu.

Kedua, para facebooker mengharapkan agar semua aparat Kabupaten/Kota benar-benar mau sadar mengenai ketertinggalan Nias di banyak aspek. Berdasarkan harapan itu, mereka terus mendesak agar para Bupati-Walikota tak sekedar memangku jabatan. Anggota DRPD tak sekedar disebut wakil rakyat. Tapi semestinya bergegas merealisasikan ikrarnya membangun seperti dijanjikan saat kampanye dulu. 

Ketiga, facebokker menghendaki agar para Bupati/Walikota dan DPRD mau membuka diri dan menerima masukan. Termasuk dari facebooker. Apa yang dipraktekkan Jokowi dengan gaya blusukan merupakan contoh sosok pimpinan yang diidolakan. Tanpa harus meniru gaya Jokowi, mereka mengharapkan para Bupati/Walikota bergaul dekat dengan masyarakat. Hal ini merupakan cara untuk merakyatkan gagasan pembangunanan.

Lontaran-lontaran tersebut sangat intens. Nada dan gaya penyampaian memang tak selalu formal dengan tata bahasa rapi. Ada yang nadanya “genit” menggoda. Ada yang terkesan menghasut, mengolok-olok secara vulgar, “debat kusir”, dan ada juga asal bunyi. Tapi kita tak perlu terkecoh pada nada dan gaya. Yang perlu diambil adalah hakekat, pokok, intisari  dari gagasan.

Menggenjot Wisata

Bagi saya, gagasan-gagasan tersebut inspiratif. Karena itu, perlu direspon selayaknya. Pertama, aparat Pemerintahan perlu segera mengoreksi diri dan kinerja pasca pemekaran Nias menjadi 4 Kabupaten dan 1 Kota. Sebab, berita yang sering mengemuka di media adalah beberapa Kabupaten terus dilanda masalah. Konflik antara eksekutif dan legislatif terus berlanjut. Lucunya, inti konflik tidak terletak pada ide untuk memacu pembangunan. Malahan di aspek luar tentang perebutan siapa yang berkuasa atas siapa atau atas apa.  Konflik di Nias Selatan dan Nias Barat adalah dua contoh mutakhir dari sekian konflik yang justru merugikan rakyat.

Kedua, sebagai daerah yang masih terpuruk, pembangunan kepulauan Nias tidak tepat dilakukan dengan cara-cara biasa. Seharusnya dilakukan dengan kreativitas dan semangat tinggi yang didasarkan fakta. Itu artinya aparatur Pemerintahan tidak boleh duduk diam di belakang meja. Seharusnya turun ke desa mengamati langsung keseharian masyarakat. 

Ketiga, harus disadari bahwa sumber daya alam kepulauan Nias sangat terbatas. Beda dengan daerah lain yang memiliki sumber daya alam menonjol yang dapat dijadikan lokomotif pembangunan seperti hutan, perkebunan, biji besi, tembaga, minyak bumi, gas bumi, dst. Kepulauan Nias  tidak memiliki hal seperti itu. Sektor pertanian, perikanan dan kelautan, industri rumah tangga, perdagangan, bahkan pariwisata yang dipuja-puji di Nias belum mampu berperan sebagai lokomotif pembangunan. 

Kendati demikian, sektor pariwisata tampak paling mungkin. Sebab, ia meliputi seluruh wilayah dan bersentuhan dengan seluruh masyarakat di semua Kabupaten-Kota. Hanya saja, cara pandang terhadap pariwisata Nias harus diubah. Jangan terbuai dengan pujian. Sebuatan “Nias adalah surga wisata sedunia”, tidak punya makna apa-apa. Julukan tersebut masih sollen (seharusnya), belum sein (senyatanya). Efeknya belum bicara banyak bagi kesejahteraan masyarakat.

Keempat, untuk itu usaha wisata semestinya digenjot. Syaratnya, egoisme daerah harus disingkirkan. Usaha bersama dalam sebuah strategi bersama perlu dibangun. Strategi itu sebaiknya diawali dengan pendataan seluruh potensi wisata. Mulai dari wisata fisik dan non fisik, baik yang sudah dikembangkan maupun yang masih potensial.

Setelah data cukup, seluruh Pemda duduk bersama membuat Rencana Induk Pengembangan (Master Plan) kepariwisataan Kepualauan Nias. Hal ini meliputi rencana tata ruang di tiap lokasi objek wisata, klasifikasi hotel/penginapan dan persebarannya, rencana pembebasan lahan, rencana pendirian lembaga pelatihan kerajinan dan ukiran benda-benda budaya,  penataan jaringan jalan dari Bandara, pelabuhan laut, kota, ke lokasi objek wisata, kebutuhan tenaga ahli dan teknis, pendanaan dan sumber-sumber dana, keterlibatan pengusaha dan anggota masyarakat, regulasi dalam bentuk Perda, dst.

Master Plan itulah yang kemudian dijabarkan dalam program pembangunan pariwisata. Baik yang bersifat umum sebagai program bersama, maupun  bersifat khusus sebagai program di masing-masing Kabupten/Kota.  Dengan adanya Master Plan, maka siapa pun yang hendak berinvestasi di bidang pariwisata tidak boleh suka-suka. Ia harus mengacu pada Master Plan di bawah kendali Pemda.

Menurut saya, itulah salah satu respon yang pantas diberikan oleh Pemerintah Daerah Kepulauan Nias atas perhatian besar pada facebooker terhadap daerahnya. ***

----------------
Catatan: Tulisan di atas dimuat di harian Analisa Medan, tanggal 2 Oktober 2013. Ditayangkan lagi di blog ini sebagai arsip.

Tidak ada komentar: