Geliat anak-anak Nias di face book nampak makin dinamis. Beberapa
grup sudah, dan terus dibentuk. Di antaranya ialah Suara Nias, Forum Nias Barat, Forum Masyarakat Nias Selatan, Kabar Dari
Nias, Nias Community, Komunitas Sadar Wisata Nias, dst. Grup yang
anggotanya terbanyak adalah Suara Nias dan Forum Masyarakat Nias Selatan. Hampir
12 ribu dan 11 ribu anggota. Lainnya di bawah 4000 anggota.
Jumlah anggota grup terus
bertambah. Ada yang hanya menjadi anggota pada satu-dua grup. Ada yang masuk di
semua grup. Di sini nampak bahwa anggota grup Suara Nias banyak yang setia.
Setelah tercatat pada Suara Nias, mereka tidak masuk di grup lain. Grup “Suara
Nias”, entah kenapa, lebih disukai.
Yang menarik, latar belakang anggota
grup. Bukan cuma kaum terdidik atau yang tinggal di kota-kota besar di luar
Nias. Tetapi dari berbagai latar belakang di Kabupaten/Kota sampai kecamatan
dan desa di Nias. Gejala ini menunjukkan bahwa semangat anak-anak Nias memanfaatkan
jasa internet terus meningkat seiring pergerakan waktu.
Rupa-rupa Motivasi
Motivasi bergabung di FB sangat
beragam. Hal ini nampak dari tulisan-tulisan mereka saat membaharui (updating) status atau mengomentari
tulisan teman. Sekilas, tulisan-tulisan tersebut ada yang sekedar guyonan, menjalin pertemanan, membangun
komunikasi, atau mengekspresikan perasaan sekenanya.
Namun bila dicermati, ide yang
sering dilontarkan sarat makna. Di antaranya, Pertama, rata-rata memiliki keinginan
besar untuk memajukan kepulauan Nias. Tulisan tentang itu terus muncul dalam
rupa-rupa ekspresi dari waktu ke waktu.
Kedua, para facebooker mengharapkan agar semua aparat Kabupaten/Kota
benar-benar mau sadar mengenai ketertinggalan Nias di banyak aspek. Berdasarkan
harapan itu, mereka terus mendesak agar para Bupati-Walikota tak sekedar
memangku jabatan. Anggota DRPD tak sekedar disebut wakil rakyat. Tapi
semestinya bergegas merealisasikan ikrarnya membangun seperti dijanjikan saat
kampanye dulu.
Ketiga, facebokker menghendaki agar para Bupati/Walikota dan DPRD mau
membuka diri dan menerima masukan. Termasuk dari facebooker. Apa yang dipraktekkan Jokowi dengan gaya blusukan merupakan contoh sosok pimpinan
yang diidolakan. Tanpa harus meniru gaya Jokowi, mereka mengharapkan para
Bupati/Walikota bergaul dekat dengan masyarakat. Hal ini merupakan cara untuk
merakyatkan gagasan pembangunanan.
Lontaran-lontaran tersebut sangat
intens. Nada dan gaya penyampaian memang tak selalu formal dengan tata bahasa
rapi. Ada yang nadanya “genit” menggoda. Ada yang terkesan menghasut,
mengolok-olok secara vulgar, “debat kusir”, dan ada juga asal bunyi. Tapi kita
tak perlu terkecoh pada nada dan gaya. Yang perlu diambil adalah hakekat,
pokok, intisari dari gagasan.
Menggenjot Wisata
Bagi saya, gagasan-gagasan
tersebut inspiratif. Karena itu, perlu direspon selayaknya. Pertama, aparat
Pemerintahan perlu segera mengoreksi diri dan kinerja pasca pemekaran Nias
menjadi 4 Kabupaten dan 1 Kota. Sebab, berita yang sering mengemuka di media
adalah beberapa Kabupaten terus dilanda masalah. Konflik antara eksekutif dan
legislatif terus berlanjut. Lucunya, inti konflik tidak terletak pada ide untuk
memacu pembangunan. Malahan di aspek luar tentang perebutan siapa yang berkuasa
atas siapa atau atas apa. Konflik di
Nias Selatan dan Nias Barat adalah dua contoh mutakhir dari sekian konflik yang
justru merugikan rakyat.
Kedua, sebagai daerah yang masih
terpuruk, pembangunan kepulauan Nias tidak tepat dilakukan dengan cara-cara
biasa. Seharusnya dilakukan dengan kreativitas dan semangat tinggi yang
didasarkan fakta. Itu artinya aparatur Pemerintahan tidak boleh duduk diam di
belakang meja. Seharusnya turun ke desa mengamati langsung keseharian
masyarakat.
Ketiga, harus disadari bahwa sumber
daya alam kepulauan Nias sangat terbatas. Beda dengan daerah lain yang memiliki
sumber daya alam menonjol yang dapat dijadikan lokomotif pembangunan seperti hutan,
perkebunan, biji besi, tembaga, minyak bumi, gas bumi, dst. Kepulauan Nias tidak
memiliki hal seperti itu. Sektor pertanian, perikanan dan kelautan, industri
rumah tangga, perdagangan, bahkan pariwisata yang
dipuja-puji di Nias belum mampu berperan sebagai lokomotif pembangunan.
Kendati demikian, sektor pariwisata tampak paling mungkin. Sebab, ia meliputi
seluruh wilayah dan bersentuhan dengan seluruh masyarakat di semua Kabupaten-Kota.
Hanya saja, cara pandang terhadap pariwisata Nias harus diubah. Jangan terbuai
dengan pujian. Sebuatan “Nias adalah surga wisata sedunia”, tidak punya makna
apa-apa. Julukan tersebut masih sollen
(seharusnya), belum sein (senyatanya).
Efeknya belum bicara banyak bagi kesejahteraan masyarakat.
Keempat, untuk itu usaha wisata semestinya
digenjot. Syaratnya, egoisme daerah harus disingkirkan. Usaha bersama dalam
sebuah strategi bersama perlu dibangun. Strategi itu sebaiknya diawali dengan pendataan
seluruh potensi wisata. Mulai dari
wisata fisik dan non fisik, baik yang sudah
dikembangkan maupun yang
masih potensial.
Setelah
data cukup, seluruh Pemda duduk bersama membuat Rencana
Induk Pengembangan (Master Plan)
kepariwisataan Kepualauan Nias.
Hal ini meliputi rencana tata ruang di tiap lokasi objek wisata,
klasifikasi hotel/penginapan
dan persebarannya, rencana pembebasan lahan, rencana pendirian lembaga
pelatihan kerajinan dan ukiran benda-benda budaya, penataan jaringan jalan dari Bandara,
pelabuhan laut, kota,
ke lokasi objek wisata, kebutuhan tenaga ahli dan teknis, pendanaan dan
sumber-sumber dana, keterlibatan pengusaha dan anggota masyarakat, regulasi dalam bentuk Perda, dst.
Master
Plan itulah yang kemudian dijabarkan dalam program pembangunan pariwisata. Baik
yang bersifat umum sebagai program bersama, maupun bersifat khusus sebagai program di masing-masing
Kabupten/Kota. Dengan adanya Master
Plan, maka siapa pun yang hendak berinvestasi di bidang pariwisata tidak boleh
suka-suka. Ia harus mengacu pada Master Plan di bawah kendali Pemda.
Menurut
saya, itulah salah satu respon yang pantas diberikan oleh Pemerintah Daerah
Kepulauan Nias atas perhatian besar pada facebooker
terhadap daerahnya. ***
----------------
Catatan: Tulisan di atas dimuat di harian Analisa Medan, tanggal 2 Oktober 2013. Ditayangkan lagi di blog ini sebagai arsip.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar