Rabu, 19 Februari 2014

Manusia di Hadapan Letusan Gunung dan Banjir



Oleh Yosafati Gulo

Setiap bencana pastilah tidak menyenangkan manusia. Lebih-lebih mereka yang mengalami langsung atau yang tinggal di sekitar lokasi bencana. Perasaan penduduk sekitar Gunung Kelud tidak beda dengan perasaan mereka di sekitar Sinabung di Tanah Karo atau Penduduk Jakarta dan Manado ketika dihantam banjir.


Bagi manusia, letusan Gunung Kelud, Sinabung, dan lainnya, atau Banjir Jakarta dan Manado disebut bencana. Padahal bagi Kelud, Sinabung, dan air tidak begitu. Dari perspektif gunung dan air, peristiwa yang oleh manusia disebut bencana itu, hanyalah sebuah proses wajar, proses penyeimbangan dan normalisasi diri. 


Mengapa manusia menamakannya bencana? Tidak lain karena efeknya bagi manusia tidak dapat dihitung secara matematis. Bayangkan saja berapa banyak waktu yang terbuang sia-sia di pengungsian. Juga waktu relawan dan biaya yang dikeluarkan  untuk keperluan pengungsi dan petugas. Berapa banyak tanaman rusak, ternak mati, rumah rusak, pekerjaan di lembaga pemerintahan dan pabrik terganggu, berapa banyak biaya pengobatan rakyat yang jatuh sakit, dan seterusnya.