Oleh Yosafati Gulo
Pengantar:
Tulisan berikut dibuat tanggal 23 Desember 2013, namun baru dipublikasikan hari ini karena ada aktivitas lain yang memerukan didahulukan. Saya pernah baca di salah satu media online bahwa Ratu Atut Chosiyah bersikap legawa atas kasus yang menjeratnya. Kabarnya beliau mau mundur dari jabatan Gubernur. Jika itu benar, maka sebagian dari harapan tulisan ini tercapai. Harapan berikutnya ialah Mendagri Gamawan Fauzi segera bertindak.
-----
Pernyataan Mendagri, Gamawan Fauzi, tentang tidak mungkinnya
memberhentikan Ratu Atut Chosiyah dari jabatan gubernur Banten atas sangkaan
keterlibatannya pada kasus Pilkada Bupati Lebak dan korupsi Alkes Banten,
secara hukum dapat diterima. Ini didukung oleh ketentuan Pasal 29 ayat (1)
huruf c, UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jabaran ketentuan itu
dalam pasal-pasal berikutnya menunjukkan bahwa pelengseran Atut tidaklah
gampang. Tidak bisa dilakukan suka-suka apalagi hanya didasarkan pada desakan
publik. Jika Mendagri melakukannya, maka ia bisa digugat di PTUN.
Kendati demikian, bukan berarti peluang hukum sudah buntu. Ketentuan
Pasal 25 huruf a-g jo Pasal 29 ayat (2) huruf b dan e mengenai tugas, wewenang,
dan kewajiban kepala daerah cukup memberi peluang
Mendagri untuk bertindak. Dengan penahanannya oleh KPK, sudah tentu sebagian
atau seluruh tugas dan kewajiban Atut sebagai Kepala Daerah tidak dapat
dilaksanakan. Dengan kata lain, pelaksanaan tanggung jawab dan kewajiban
jabatan terhadap kepentingan rakyat dan tanggungjawabnya kepada Negara, khususnya
Pemerintah Propinsi Banten, terabaikan secara hukum.