Kamis, 01 September 2011

MANUSIA MENGAMBINGHITAMKAN LUCIFER

Catatan awal:

Tulisan ini dibuat untuk memberikan catatan yang barangkali terlewatkan dalam tulisan Slamet Haryono (SH) yang dipostingnya pada webnya sendiri di bawah judul “Apakah Tuhan Itu”. Tulisannya itu sendiri dapat dibaca di link ini.
--------------

Bagi saya, tulisannya itu menarik. Dapat menimbulkan diskusi berkepanjangan yang barangkali tak pernah habis. Mengapa demikian? Karena yang dibicarakan adalah “sesuatu” yang tak pernah dapat dijangkau oleh pemikiran manusia mana pun sepanjang sejarah kehidupan: Tuhan!

Setelah membaca, ada dua catatan awal saya. Satu, uangkapan yang dipakai SH yang berbunyi: “...mengalihkan perhatian manusia kepada Tuhan.”, menganggu alur tulisan. Ungkapan itu dipakai dua kali, pada alinea 8 dan 12. Pemakaian kata “kepada” dalam ungkapan itu agaknya kurang tepat. Menurut rasa bahasa saya, kata “dari” nampaknya lebih sesuai dengan maksud SH. Maka rumusannya, seharusnya, menjadi “...mengalihkan perhatian manusia dari Tuhan.”

Bila kata “kepada” dipertahankan, maka maknanya jadi lain. Kandungan ungkapan itu menjadi: Lucifer bukanlah malaikat jahat. Ia baik dan berada di jalur Tuhan. Ia bukan merebut perhatian manusia dari Tuhan, melainkan mengalihkannya --dari yang bukan Tuhan-- kepada Tuhan. Itu artinya manusia yang biasanya tidak percaya kepada Tuhan, tapi karena kebaikan Lucifer, manusia itu menjadi percaya kepada Tuhan.

Hal itu jelas bertentangan dengan maksud penulisnya. Menurut SH (sejauh pemahaman saya), Lucifer bekerja tidak di jalur Tuhan. Ia memberontak, melawan Tuhan, dan merampas perhatian manusia dari yang seharusnya diarahkan kepada Tuhannya ke arah dirinya sendiri, diri Lucifer sendiri.

Kedua, sepenangkapan saya, SH berpendapat bahwa agama tidak diciptakan oleh Tuhan sebagaimana dipahami kebanyakan penganut agama. Ini tersirat dalam pernyataannya yang berbunyi: “Jika saya memutuskan untuk tetap menjadi Tuhan namun tidak lagi ada keinginan untuk disembah, untuk apakah saya manciptakan agama?” Pendapat tersebut saya setujui.

Tuhan tidak butuh disembah

Rasanya Tuhan tidak butuh disembah. Sebab Ia tidak gila hormat seperti Lucifer
atau kita, manusia. Bahkan Tuhan tidak butuh manusia untuk mendapat pengakuan posisi-Nya atau untuk mewujudkan kemuliaan-Nya. Diakui atau tidak oleh manusia, pada hemat saya tidak pernah mengganggu posisi Tuhan sebagai pencipta segala sesuatu.

Sebaliknya, manusialah yang mengejar-ngejar. Manusia sadar bahwa Tuhan itu Maha Kuasa dan mampu melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya. Itulah sebabnya manusia mati-matian mencari-cari Tuhan. Bahkan merayu Tuhan dengan berbagai bentuk puja-puji, sembahyang, doa, dengan harapan bahwa Tuhan mau memenuhi berbagai kebutuhan dan keinginan-keinginannya. Dari bawah sadarnya manusia berpikir bahwa Tuhan itu sama dengan dirinya yang hatinya bisa direbut dengan ungkapan-ungkapan menggiurkan.

Sayangnya, Tuhan tidak mau dirayu, didikte. Karena ke-Mahakuasaan-Nya, Ia tahu segalanya tentang manusia, kecenderungan-kencerungan hatinya, dan kebutuhan-kebutuhannya. Tanpa diminta pun, Tuhan penuhi. Cuma tidak seperti yang diperagakan orang kaya lempar-lempar duit di tanah yang diperebutkan oleh para fakir miskin sampai-sampai ada yang mati. Tidak dijatuhkan-Nya dari kayangan. Tuhan memberi dengan cara-Nya sendiri. Ia memberikan kail, bukan ikan. Ia memberikan perlengkapan hidup secara lengkap kepada manusia. Diberi-Nya kaki untuk dipakai berjalan, tangan dan tenaga untuk bekerja, otak untuk berpikir, semangat dan harapan-harapan untuk tidak mudah menyerah, dst.

Kendati manusia jungkir balik berdoa, sembahyang tanpa henti berjam-jam, berhari-hari, bahkan dengan pengeras suara yang bisa didengar di belahan bumi lainnya, Tuhan ogah memberi. Bukan karena Tuhan kikir, pelit. Ia barangkali tidak suka saja bila manusia ciptaan-Nya cengeng, hanya bisa mengemis, mengeluh, memelas. Ia suka kalau manusia rajin, tekun bekerja, menjadi kuat, pintar, dan tangguh. Mengapa Tuhan menghendaki hal itu? Karena Ia telah menyerahkan tugas berat kepada manusia di atas bumi: mengelola bumi dan segala isinya. Tugas berat ini hanya mungkin dipenuhi oleh manusia kalau dirinya kuat, pintar, dan tangguh.

Maka, ketika manusia meminta kekayaan, jabatan, atau kuasa, Tuhan tidak mau kasih. Malahan Tuhan bilang, “Lho kok minta yang gituan? Aku kan sudah kasih kalian bumi dan segala isinya dengan segala macam kekayaan yang ada di dalamnya? Ada berlian, emas, perak, biji besi, batu bara, kayu, lahan, dsb. Aku juga sudah kasih kalian tangan, kaki, tenaga, dan otak? Mengapa tidak dipakai?” . Kemudian, Tuhan mungkin melanjutkan, “Untuk apa kalian minta jabatan dan kuasa? Apakah jabatan dan kuasa yang keburikan tidak cukup?”

Tergencirnya manusia

Kayaknya, di sinilah awal tergencirnya manusia. Karena keinginannya tidak dipenuhi, padahal ia tahu bahwa Tuhan itu juga Maha Murah hati, maka manusia mulai selingkuh. Perselingkuhan manusia ada dua. Yang tampak, manusia kecewa dan marah. Ada yang menyalahkan Tuhan dan mengatakan , “Apalagi yang kurang Tuhan? Saya kan sudah taat pada-Mu, tapi mengapa permintaanku tidak Engkau penuhi? Padahal tetanggaku itu, tidak pernah sembahyang tetapi hidupnya senang. Uangnya banyak, anak-anaknya sehat-sehat, pintar, berjabatan, dst.”

Karena kecewa, manusia lalu mencari tuhan yang lain. Tuhan yang mereka cari adalah tuhan yang bisa memenuhi hasrat mereka, tuhan yang bisa diatur. Entah dalam bentuk kelimpahan materi, kuasa, maupun bantuk-bentuk lain sesuai kemauan manusiawinya. Secara lahiriah, orang semacam ini sulit dibedakan dari orang yang memosisikan Tuhan pada posisinya yang sebenarnya. Yaitu Tuhan yang tidak bisa diatur sesuka hati. Sebab, mereka juga beragama dan memiliki simbol-simbol keagamaan yang umum diyakini benar, melakukan ritual-ritual agamawi, dan menyebut-nyebut nama Tuhan sebagaimana yang lazim.

Hanya saja sikap hidup dan perilaku mereka aneh. Dengan menyebut nama tuhan, mereka angkat jirigen bensin, lalu menyiramkan isinya pada rumah atau rumah ibadah kemudian disulut dengan korek api. Dan, pyurrrrr brarrr brarrr! Dengan nama itu pula mereka mengayukan golok, menghunus pedang, dan mencincang sesamanya. Setelah matipun, masih diinjak, ditendang, dipukul dengan balok-balok kayu. Contohnya, ialah apa yang dialami jamaah Ahmadiyah beberapa waktu lalu dan gereja di berbagai tempat. Atau dengan nama itu, mereka merampok dan memerkosa.

Apakah mereka berlaku begitu disebabkan oleh ulah Lucifer?

Saya tak yakin. Menurut saya, Lucifer tidak sehebat itu. Ia tidak mungkin bisa memaksa manusia melakukan apa yang jahat di mata Tuhan. Bahwa ia merindukan hal itu, barangkali benar. Namun keputusan akhir toh di tangan manusia. Manusia sudah diberi kemampuan memutuskan oleh Tuhan. Inilah perselingkuhan berikutnya dari manusia: Lucifer dijadikan kambing hitam sekaligus tameng oleh manusia untuk membenarkan diri dan tindakan-tindakannya yang keji. ***

Tidak ada komentar: