Entah
yang lain, saya menilai pernyataan Gamawan Fauzi, Mendagri, terhadap kasus FPI
setara dengan pernyataan kelabakan, galau. Saya harap, Mendagri Republik Indonesia
ini tidak sedang begitu. Kompas.com tanggal 24 Juli 2013 mewartakan sikap
Gamawan Fauzi yang melemparkan kasus FPI kepada Pemda atau masyarakat yang
merasa terganggu. Ia mengatakan bahwa kasus FPI tidak bisa diberikan sanksi
pidana. Tapi perdata.
Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi (Kompas.com) |
“Ketika ada yang merasa dirugikan lalu mengajukan
gugatan secara perdata, itu bisa saja. Menggugat perdata itu hak privat. Boleh
saja,” katanya kepada wartawan di Jakarta seperti ditulis Kompas.com.
Ditambahkannya, kasus penghinaan yang dilakukan Ketua Front Pembela Islam
Rizieq Syihab terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono boleh saja dituntut
denda sekian atau minta maaf di media sekian kali.
***
Terus
terang, membaca pernyataan Mendagri itu, saya sangat kaget. Saya makin tidak
mengerti apa yang Mendagri maksudkan dengan Pidana dan Perdata. Apa bedanya
pelanggaran hukum pidana dan pelanggaran hukum perdata. Apakah benar orang atau kelompok
apa saja boleh bertindak sesukanya di sebuah negara, termasuk menghina
Presiden, lalu Mendagrinya boleh bersikap seperti Gamawan Fauzi.
Saya
kurang mengerti apakah hukum yang difahami oleh Gamawan Fauzi sudah benar
ketika menilai bahwa kekerasan demi kekerasan yang dilakukan oleh anggota FPI
bukan masalah atau bukan urusan pemerintah RI sepanjang Pemda di tempat
kejadian atau masyarakatnya tidak melakukan tuntutan? Lalu bagaimana kalau
misalnya FPI membakar rumah Gamawan atau orang tuanya di Padang karena alasan
yang tak jelas? Apakah Gamawan pasti bilang itu kasus perdatanya dengan FPI?
Apakah Gamawan bilang itu bukan tindakan pidana, lalu Polisi tak perlu urus
karena dirinya sendiri menggugat secara perdata?
Saya
ingin tahu juga apakah Gamawan Fauzi akan bicara sama apabila masyarakat yang merasa
terganggu lantas melakukan perlawanan dengan FPI sehingga terjadi kerusuhan
besar-besaran seperti di Kendal jika tidak ditangani oleh Polisi? Jika ya, apa
masih perlu hukum dan penegak hukum? Apa masih ada gunanya Pemerintah dan tentu
Kemendagri? Bukankah secara alami setiap orang memiliki kesadaran manusiawi
untuk memertahankan diri lalu menyerang siapa atau apa saja yang menyerangnya
demi memertahankan diri dan menjaga kelangsungan hidupnya?
***
Saya
harap saya salah. Dalam kesalahan saya itu, saya menilai ada yang tidak beres
dalam cara berpikir Gamawan Fauzi. Kekerasan demi kekerasan yang dilakukan FPI
di berbagai tempat sama sekali bukan kasus-kasus perdata. Membunuh itu bukan
perdata, tapi pidana. Membakar rumah, apalagi rumah ibadah, itu bukan perdata,
tapi pidana. Melakukan sweeping terhadap sesama warga atau hal-hal yang
dianggap melanggar hukum, itu tugas negara melalui penegak hukum, Polisi, dan
sama sekali bukan urusan sebuah organisasi kemasyarakatan formal atau tak
formal. Kalau Gamawan masih melihat
hal-hal itu sebagai wajar, maka pertanyaan saya ada apa dengan Gamawan Fauzi?
Apakah Gamawan Fauzi sedang mendukung anjuran sinis : Bubarkan lembaga
Kepolisian dan semua lembaga hukum, lalu urusan lembaga-lembaga itu serahkan
saja kepada FPI?
Saya
harap tidak. Saya kira kita masih memiliki kesadaran nurani dan kesadaran
akali. Kalau FPI hendak menegakkan kebenaran dengan cara-cara merusak,
membakar, membunuh, nurani dan akal kita bilang, itu tidak sesuai dengan pesan
agama. Saya yakin, agama Islam dan agama apa pun menghendaki tergaknya
kebenaran dengan cara-cara yang benar. Menegakkan hukum dengan cara-cara hukum
juga.
Saya
yakin pameo “menyapu lantai dengan sapu yang penuh lumpur”, sudah disadari
betul di mana letak ketidaktepatannya oleh siapa saja yang punya kepala dan
hati. (Y/054)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar