Pengantar:
Tulisan ini ditulis beberapa hari setelah pelantikan Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2014-2019 pada tanggal 20 Oktober 2014. Penayangannya di blog ini tertunda karena berbagai kesibukan.
-----------
Ada setidaknya dua tindakan penting Prabowo Subianto (PS) yang
layak diapresiasi. Pertama, kesediaannya menghadiri pelantikan Presiden dan
Wakil Presiden (WaPres) Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK), tanggal 20 Oktober
2014; kedua, kunjungannya kepada WaPres, JK, keesokan harinya.
Kedua tindakan itu merupakan anti tesis sikap keras beliau sebelumnya
yang terus berseberangan dengan Jokowi-JK. Berawal dari hasil quick count oleh
dua kelompok antagonistis sesaat setelah pemungutan suara Pilpres, 9 Juli 2014.
Empat lembaga survey memenangkan pasangan PS-HR (Hatta Radjasa), dan tujuh
lainnya memenangkan pasangan Jokowi-JK.
Prabowo Subianto (http://www.tribunnews.com) |
Sikap keras PS makin kentara ketika mendeklarasikan pengunduran
dirinya dari proses sekaligus menolak hasil pelaksanaan
pilpres 2014. Dalam nada sangat emosional, PS menyatakan bahwa pelaksanaan
Pilpres cacat hukum, tidak jujur serta tidak adil, bahkan bertentangan dengan
UUD 1945. PS bahkan menilai, Pilpres di negara fasis pun masih lebih baik
dibandingkan dengan Pilpres Indonesia, 2014. Puncaknya, PS menggugat hasil
Pilpres di MK, walaupun akhirnya ditolak.
Tanda-tanda perubahan, sudah terlihat ketika Jokowi
mengunjungi beliau tiga hari sebelum pelantikan. Pada saat itu, PS menyatakan
sangat terhormat dikunjungi oleh Presiden terpilih, Jokowi. Hal ini juga tampak
dari keceriaan menyambut Jokowi. Raut muka dan kata-kata yang penuh canda menyiratkan
berbaliknya sikap PS terhadap Jokowi. Ia tampak sangat ramah, bahkan menyatakan
mendukung kepemimpinan Jokowi-JK lima tahun ke depan.
Kepentingan Bangsa
Perubahan sikap PS, tentu dapat disebabkan banyak hal. Namun,
ada setidaknya dua hal yang sifatnya esensial. Pertama, beliau sadar bahwa lembaga survey abal-abal (Puskaptis,
LSN, IRC, dan JSI) yang melambungkan
posisi elektabilitasnya bersama HR melebihi pasangan Jokowi-JK sebelum Pilpres,
ternyata gombal. Sama sekali tidak mengubah sikap pemilih. Upaya survey fiktif membentuk
opini maupun quick count akal-akalan yang
ditayangkan oleh salah satu TV Swasta malahan nyaris membawa bangsa ke jurang
perpecahan sekaligus menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap dirinya.
Bagi dia, keadaan
tersebut tidak boleh terjadi. Sebagai pribadi yang telah malang melintang dalam
karir militer, PS paham betul resiko bila bangsa terbelah. Prinsip bahwa
kepentingan bangsa dan negara jauh lebih bernilai daripada jabatan Presiden
masih dipegang teguh. Inilah antara lain yang ditegaskannya kepada pers usai
bertemu Jokowi. “Saya mohon agar semua pendukung saya tidak menganggap
bahwa perbedaan politik,
perbedaan pandangan, dan persaingan politik harus menjadi sumber perpecahan. Tidak
boleh. Kita adalah satu bangsa. Kita harus bersatu,” tergasnya saat itu.
Kedua, PS sadar
bahwa ide Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, Akbar Tanjung (AT), yang mendorong
tim menolak hasil Pilres ternyata menyesatkan. Hal ini dibuktikan oleh
negatifnya respon pasar dan persepsi masyarakat terhadap dirinya. Menukiknya indeks
harga saham gabungan (IHSG) dan nilai rupiah sejak PS menolak hasil Pilpres
adalah sekelumit contoh dari apa yang sesungguhnya menjadi kekuatiran bangsa.
Menurut Mahfud MD (www.Jpnn.com)
saran AT tersebut ditolak HR. Hal ini sesuai dengan sikap PAN yang menerima hasil
Pilpres. Mahfud MD sendiri menyarankan agar tim menerima hasil Pilpres secara
legawa dan tak perlu menggugatnya di MK. Namun, HR dan Mahfud MD tidak berkutik.
Sebab, saran AT ternyata dijadikan keputusan oleh tim yang akhirnya menuai
respon negatif dari masyarakat. Hal inilah yang nampaknya disadari PS
belakangan.
Sapaan sahabat, bahkan bagian dari kehidupannya oleh Jokowi
pada pidato pelantikan, tampak makin meyakinkan PS. Beliau makin paham bahwa mendukung
hasil Pilpres merupakan harapan masyarakat dari dirinya. Oleh sebab itu, respon
spontan PS berdiri tegap dan memberi hormat ala militer kepada Presiden Jokowi segera
setelah namanya disebut, dapat dikatakan simbol ketetapan hatinya menerima
hasil Pilpres.
KMP Sepaham dengan Prabowo?
Apa yang dilakukan PS, ternyata tidak sia-sia. Buktinya, ketegangan
politik setelah itu langsung mencair. Tumpah ruahnya rakyat dalam arak-arakan menyambut
Presiden dan WaPres Jokowi-JK di Monas usai pelantikan merupakan indikasinya di
tingkat akar rumput. Apresiasi masyarakat terhadap PS pun tampak kembali pulih.
Kepercayaan dunia terhadap kondisi bangsa pelan-pelan membaik. Indikasinya
ialah IHSG dan nilai rupiah yang kembali mulai menguat saat itu.
PS sendiri merasa tak perlu dipuji atas sikap tersebut. Utamanya
tentang kehadirannya pada pelantikan Presiden dan WaPres, Jokowi-JK. “Jangan
dibesar-besarkan, itu sudah kewajiban saya sebagai warga negara," katanya
kepada pers usai menemui JK di kantor wakil presiden. Pernyataan ini, konsisten dengan apa yang dikemukakannya
ketika bertemu Jokowi sebelum pelantikan.
Pada saat itu, PS mengakui bahwa keinginanya dan Jokowi sama, yaitu
keutuhan NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika. Berdasarkan hal
tersebut, PS berjanji bahwa partai yang dipimpinnya, Gerindra, serta para
pendukung, akan mendukung Jokowi dan pemerintahannya.
Dukungan
tersebut, bukan asal dukung. Hal ini tegas dikemukakan di akhir konferensi pers.
Beliau dan para pendukungnya dijanjikan mendukung dengan tetap mengktisi
pemerintahan Jokowi. Apabila kelak ditemukan hal-hal yang tidak menguntungkan
bangsa dan rakyat, PS dan para pendukungnya akan menyampaikan koreksi dan
kritikan. Pernyataan ini disambut baik Jokowi karena dianggap sesuai dengan
alam demokrasi.
Bagi saya,
apa yang ditunjukan PS merupakan contoh kemajuan sikap dalam berdemokrasi. PS
membuktikan kepada dunia bahwa ia tidak sekedar berburu kekuasaan, jabatan
Presiden. Yang utama adalah kepentingan bangsa, negara, dan rakyat. Itulah
sebabnya PS yakin bahwa mendukung Presiden Jokowi sepanjang bermuara pada kepentingan
bangsa, negara, dan masyarakat wajib didukung oleh siapa pun..
Persoalannya
ialah apakah para pendukung PS yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) di
DPR menerima pandangan tersebut? Ataukah mereka tetap mengambil sikap
berseberangan seperti diperlihatkan saat pemilihan pimpinan MPR, DPR, dan AKD? Di
sinilah sebetulnya ujian PS. Jika ia benar-benar konsisten, maka ia
berkewajiban menularkan sikap tersebut kepada para pendukungnya di KMP agar
tidak terus adu kuat-kuatan di DPR.
Tanpa itu, apa yang diperlihatkan PS pada saat menerima kunjungan Jokowi sebelum pelantikan, sikap memberi hormat kepada Jokowi saat pelantikan, atau pernyataan-pernyataannya yang dikemukakan di atas, tak lebih dari janji kosong seperti biasa dipraktikkan para politisi. Jika anggapan ini benar, maka kemampuan PS untuk menjadi pemimpin perlu dipertanyakan. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar