Kamis, 25 Maret 2010

BERGURU PADA AIR (2)

Oleh Yosafati Gulo

Coba bayangkan betapa hebatnya kehidupan jika masing-masing manusia mau memakai tekad yang diajarkan air. Dalam bekerja, berusaha, belajar mustahil muncul istilah mengeluh. Tidak ada istilah menyerah apalagi menyalahkan pihak lain atau mencari kambing hitam. Ketika berhadapan dengan masalah, bahkan hambatan, yang dilakukan ialah terus berusaha mencari celah-celah “bumi” untuk mencapai “lautan” target seperti yang dilakukan air.

Diyakini bahwa sebesar dan sekeras apa pun masalah, hambatan, pasti ada sisi solusi. Inilah yang dilakukan air ketika ia dibendung di bendungan atau batu-batu besar menghambat alirannya di atas atau di bawah permukaan bumi. Secara perlahan ia terus, tanpa henti, menyusuri pori-pori bumi dan batu untuk mendapatkan tempat yang lebih rendah. Laut.

Itulah yang dilakukan nenek moyang manusia pada zaman dulu sebelum ada korek api. Mereka menggosokkan batu dengan batu sampai mendapatkan api untuk keperluan memasak. Itu pula yang dilakukan Hermawan Kartajaya ketika keluar dari PT Sampoerna dan memulai usaha Mark Plus Profesionalnya di Surabaya.

Saat mulai membangun usahanya ada sejumlah masalah menghadang. Ia tidak serta merta diterima dan diakui oleh dunia bisnis. Ia terhambat oleh bayang-bayang orang-orang tenar di bidang marketing sebelumnya. Menembus bayang-bayang itu, Hermawan tidak menyerang “lawan”, atau mengeluh atau mencari kambing hitam. Ia merasa perlu membangun sendiri image perusahaannya. Meyakinkan publik bahwa gagasannya jauh dahsyat.

Alternatif yang dia pilih adalah menulis di harian jawa pos --karena pada saat itu harian Kompas yang dianggap lebih berpengaruh sering ogah memberi tempat tulisannya—untuk memperkenalkan gagasan-gagasan marketing brilian itu. Selain itu, ia terus membangun jaringan lewat teman-temannya di Rotary Club dan berbagai organisasi yang dimasukinya dengan menawarkan diri menjadi pembicara gratis alias tidak usah dibayar pada seminar-seminar.

Dengan terus menulis dan menjadi pembicara gratis, Hermawan Kartajaya ternyata sukses. Gagasannya lewat Mark Plus Profesional bukan cuma dikenal. Malahan menjadi kiblat dunia bisnis dewasa ini. Ilmu air yang digunakannya, entah disadari atau tidak, membuatnya mampu menembus “batu-batu” besar, para penulis kenamaan, pembicara tenar, yang sebelumnya menghambat diri dan gagasannya untuk dikenal.

Airkah yang Kotor dan Berbau?

Mau belajar dari air sungai atau air sumur galian dari bawah tanah? Boleh juga. Tinggal pilih jenis sungai yang ada. Mau sungai dari celah gunung, karang, pebukitan yang jernih, atau air sungai yang tampak kotor dan berbau karena telah membersihkan kotoran-kotoran manusia, limbah pabrik, semuanya pasti baik.

Hal utama yang dilakukan air adalah terus bergerak dan mengalir. Ia terus mencari tempat yang lebih rendah. Tapi, itu, tidak untuk dirinya sendiri. Bersamaan dengan pencarian yang tak henti, ia membawa sertanya pasir atau partikel-pertikel tanah. Karena itu ia sering tampak keruh, kotor. Tapi, semua bawaannya ini, ternyata perlu bagi manusia. Entah untuk memangun rumah, kantor, hotel, jembatan, atau bertani di area yang disuburkan di sekitar muara.

Sebagian lainnya tidak membawa apa-apa. Yang ini tampak jernih. Sebelum mencapai tujuan akhir, air ini mampir di rumah-rumah, hotel, restaurant, pabrik, atau beraneka kandang milik manusia. Yang lain, malahan mampir diperut manusia atau hewan atau batang rumput dan pohon. Dalam proses persinggahan, semua air ini menghasilkan efek yang sangat diperlukan. Ia memberi efek kebersihan dan memperpanjang kehidupan. Setelah itu, ia kemudian dibuang atau keluar sendiri lewat proses penguapan. Wujudnya kini ada yang keruh, kotor, dan bau.

Tapi apakah air memang keruh, kotor, dan bau? Nyanya tidak. Yang keruh, kotor, dan bau, adalah limbah manusia atau hewan. Air tetap mempertahankan identitasnya. Ia pasti memisahkan dirinya dengan kotoran sampai kembali ke wujudnya yang asli: bersih, bening, dan tak berbau. Memang tidak selalu cepat menurut ukuran manusia. Sebab, prosesnya butuh waktu. Sebagian dengan masuk kembali ke pori-pori tanah dan sebagian lagi dengan proses penguapan atas bantuan panas sinar matahari.

Target Diri dalam Rangka Bersama

Peristiwa itu mengajarkan kepada manusia banyak hal. Dalam mengejar target-target hidup secara individu, entah posisi, kuasa, kekayaan, atau pengaruh, manusia tak perlu egois alias hanya memikirkan kepentingan diri sendiri. Bersamaan dengan pencarian dan pencapaian target individual, si manusia perlu memberi makna, nilai, bagi kelangsungan hidup yang lain. Baik sesama manusia maupun makhluk lain.

Makin tinggi kedudukan, pengaruh dalam masyarakat, efeknya dalam upaya memperbaiki kehidupan yang lain makin nesar. Makin besar kekayaan seseorang dari dunia usaha, maka jumlah jumlah manusia yang diberdayakan makin banyak juga. Itu artinya target individualnya tercapai dan kebahagiaan, kesejahteraan sesamanya juga meningkat. Barangkali, inilah salah satu makna pepatah, “Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui”.

Dengan cara ini banyak manfaat yang dapat dipetik. Pertama, persahabatan antar manusia makin terjalin erat. Manusia tidak lagi terkotak-kotak atas dasar primordialisme. Kedua, makna kehadiran di bumi tidak hanya dirasakan oleh keluarga dan orang-orang terdekat. Tapi semua orang, tanpa batas. Itu artinya kehadiran kita sebagai manusia makin terasa. Tidak sekadar ada seperti angin lalu bagi yang lain. Tetapi sesuatu yang turut menunjang kehidupan bersama. Ketiga, dorongan untuk saling melindungi, saling memberi rasa aman, muncul secara otomatis. Si miskin tidak bakalan iri kepada si kaya atau si tersisih kepada si penguasa. Mereka jadi sadar bahwa kekayaan dan kuasa siapa pun berguna bagi mereka juga.

Nampaknya, inilah yang mendasari kata-kata bijak: “Barang siapa memberi akan mendapatkan. Barang siapa tidak memberi akan kehilangan.” Mengapa demikian? Karena makin memberi perhatian, perlindungan, pertolongan kepada yang lain, mereka juga terbeban untuk menjaga, mendukung, melindungi kedudukan, jabatan, pengaruh, harta, dan apa pun kepunyaan Anda. Sebaliknya, bila hanya menonjolkan egoisme, kepentingan sendiri, maka semua orang di sekitar merasa tidak nyaman dengan kehadiran Anda. Maka, baik halus maupun terang-terangan, mereka cenderung menggerogoti apa yang Anda punya. Nah, Kehilangan kan?

Kata-kata bijak lain berkata: “Barang siapa sayang pada nyawanya, akan kehilangan nyawa. Barang siapa merelakan nyawanya bagi orang banyak, akan melindungi nyawanya sendiri.” Maknanya, mirip dengan kata-kata bijak sebelumnya. Jika terus berjuang untuk mempertahakan posisi, jabatan, kuasa, kekayaan tapi sekaligus menyejahterakan orang-orang disekitar, desa, kota, bahkan negara tempat Anda hidup serta alam sekitar, maka semua berjuang mati-matian untuk mendukung perjuangan Anda. Nah, memperpanjang “nyawa” kan?

Pertanyaannya, apa yang Anda pilih? Sepenuhnya terserah Anda saja. ***

Tidak ada komentar: