Majalah Tempo online tanggal 13
September 2013 memberitakan empat DOB (Daerah Otonomi Baru) terancam dihapus
dari pemekaran oleh Kementerian Dalam Negeri. Tiga di antaranya berada di
Papua, sisanya Kabupaten Nias Barat.
Illustrasi (http://pixabay.com) |
Berita itu menyebutkan keempat-empatnya belum memenuhi banyak prasyarat untuk menjadi DOB. Hal itu merupakan hasil
evaluasi tahun 2012, tapi baru dipublikasikan pada bulan Mei 2013. Keempat DOB tersebut
tidak mencapai jumlah poin minimal, 70 poin, sebagai prasyarat DOB. Tanpa merinci poin apa yang
dimaksud, disebutkan bahwa dari 57 DOB yang dievaluasi, Nias Barat hanya
mencapai 68 poin. Tiga DOB lainnya di Papua berada di bawahnya. Itu artinya posisi
Nias Barat dari 57 DOB yang dievaluasi berada pada nomor urut empat dari bawah.
Tak
perlu terlalu dirisaukan
Ancaman Mendagdi memang tak perlu
terlalu dirisaukan ungkap salah seorang anggota DPRD dan pegawai Pemda Nias
Barat yang berhasil dihubungi via telepon. Sebab pada saat dievaluasi tahun
lalu ada beberapa proyek yang masih dalam pengerjaan. Di antaranya ialah kantor Bupati, Kantor
DPRD, dan Dinas Pendidikan. Tahun ini ada yang sudah selesai dan ditempati.
Sisanya, diyakini rampung pada akhir tahun. Dengan begitu, nilai Nias Barat
tahun 2013 diyakini di atas standar minimal DOB.
Pertanyaannya, apakah dengan
begitu kita lantas berpuas diri dan berkata bahwa Nias Barat aman? Apakah
janggal bila ada yang bertanya mengapa kinerja Nias Barat lamban? Bukankah
semua unsur yang diperlukan untuk sebuah DOB, sama dengan yang dimiliki oleh DOB lainnya di kepulauan Nias? Lalu, mengapa
Daerah yang lain bisa mencapai nilai di atas standar minimal, sementara Nias
Barat tidak?
Tentu saja soal-soal itu dapat
dijawab tuntas oleh setiap pejabat eksekutif dan legislatif (DPRD) dengan
berbagai argumentasi. Bisa dengan jawaban yang koheren dengan kenyataan dan
bisa juga lainnya. Namun, jawaban apa pun yang diberikan, sudah pasti bukan
indikasi dari adanya kemajuan di Nias Barat. Bukan pula merupakan bukti adanya peningkatan
kesejahteraan masyarakat sebagai tujuan utama pemekaran DOB.
Illustrasi (http://udinrosa.wordpress.com) |
Oleh karena itu, adu argumen atau
debat nampaknya tak terlalu perlu. Yang diperlukan adalah kesediaan diri untuk
bertanya: apakah benar bahwa semua aparat pemerintahan sudah melaksanakan tugas
dan tanggung jawabnya di posisinya masing-masing sebagaimana diikrarkan pada
saat mengambilan sumpah dan janji di awal menjadi pejabat? Apa benar bahwa semua
jajaran eksekutif dan legislatif sudah menunjukkan kegigihannya berjuang untuk
membangun masyarakat sebagaimana misi awalnya ketika hendak diperjuangkan
menjadi DOB?
Adu
Kuasa dan Pengaruh
Sambil merenungkan jawaban
masing-masing, mari kita lihat pandangan masyarakat terhadap aparat
Pemerintahan. Masyarakat Nias Barat selalu mengeluhkan kinerja pemerintahan di
hampir semua Dinas. Apa saja yang diurus sering tidak langsung ditangani. Sikap
para pejabat jarang (malahan tidak) nampak sebagai abdi masyarakat. Yang sering
mengemuka adalah sikap yang sebaliknya. Itulah sebabnya penanganan urusan
masyarakat sering tertunda-tunda, bahkan diulur-ulur. Atau hanya dikerjakan segera
bila didahului oleh “ucapan terima kasih”. Benarkah demikian?
Lebih parah lagi, masyarakat
melihat gelaja menganganya jarak antara Bupati dan DPRD. Ketidak-kompakan langkah
dalam menangani Nias Barat sangat kentara. Ada kecenderungan adu kuasa dan adu pengaruh.
Pihak Bupati dan DPRD bukannya menyatukan pikiran dan tenaga untuk mengelola rupa-rupa potensi alam dan manusia
demi kesejahteraan masyarakat. Mereka justru sibuk sendiri. Ribut. Menghabiskan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk berseteru guna membuktikan siapa yang paling
berkuasa dan berpengaruh. Akibatnya, berbagai kegiatan Pemerintahan, baik rutin
maupun pembangunan nyaris stagnan, mandek.
Ancaman
yang Sesungguhnya
Sejauh ini terbesit informasi
bahwa pengesahan PPAS (Prioritas Plafon Anggaran Sementara), KUA (Kebijakan
Umum Anggaran), Laporan Daya Serap Anggaran tahun 2013, RAPBD-P tahun 2013, dan
RAPBD tahun 2014 belum dilakukan oleh DPRD. Padahal sejak Juli 2013 hal
tersebut sudah disampaikan oleh Bupati kepada DPRD. Jika hal ini dibiarkan
berlarut-larut sudah tentu pekerjaan eksekutif akan terganggu. Akibatnya daya
serap anggaran tahun 2013 bakalan turun lagi dibandingkan pada tahun-tahun
sebelumnya.
Jika hal itu terjadi, bisa diduga
apa yang akan terjadi tahun depan. Berulangnya pemangkasan nilai nominal
anggaran bisa terjadi. Saya kira, inilah sesungguhnya yang merupakan ancaman
nyata bagi Nias Barat. Manakala Anggaran tahun ini tak terserap, maka nominal
anggaran tahun depan pasti dipangkas lagi seperti sebelumnya. Lalu kalau
anggaran tahun depan itu tak terserap, maka nilai nominal anggaran tahun
berikutnya akan dipangkas lagi.
Nah, pada saat anggaran tidak
mencukupi untuk biaya operasional seperti gaji pegawai, biaya listrik, telpon, biaya
pemeliharaan dan perawatan alat-alat kantor, apakah pembangunan bisa
dilaksanakan? Mustahil, bukan? Dan kalau pembangunan tidak dilaksanakan, apakah
Nias Barat masih dapat dipertahankan sebagai DOB?
Lalu kalau terjadi demikian, mau
bilang apa? ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar