Sabtu, 21 September 2013

Nias Barat Perlu Koreksi Diri



Majalah Tempo online tanggal 13 September 2013 memberitakan empat DOB (Daerah Otonomi Baru) terancam dihapus dari pemekaran oleh Kementerian Dalam Negeri. Tiga di antaranya berada di Papua, sisanya Kabupaten Nias Barat.

Illustrasi (http://pixabay.com)
Berita itu menyebutkan keempat-empatnya belum memenuhi banyak prasyarat untuk menjadi DOB. Hal itu merupakan hasil evaluasi tahun 2012, tapi baru dipublikasikan pada bulan Mei 2013. Keempat DOB tersebut tidak mencapai jumlah poin minimal, 70 poin,  sebagai prasyarat DOB. Tanpa merinci poin apa yang dimaksud, disebutkan bahwa dari 57 DOB yang dievaluasi, Nias Barat hanya mencapai 68 poin. Tiga DOB lainnya di Papua berada di bawahnya. Itu artinya posisi Nias Barat dari 57 DOB yang dievaluasi berada pada nomor urut empat dari bawah.


Tak perlu terlalu dirisaukan

Ancaman Mendagdi memang tak perlu terlalu dirisaukan ungkap salah seorang anggota DPRD dan pegawai Pemda Nias Barat yang berhasil dihubungi via telepon. Sebab pada saat dievaluasi tahun lalu ada beberapa proyek yang masih dalam pengerjaan.  Di antaranya ialah kantor Bupati, Kantor DPRD, dan Dinas Pendidikan. Tahun ini ada yang sudah selesai dan ditempati. Sisanya, diyakini rampung pada akhir tahun. Dengan begitu, nilai Nias Barat tahun 2013 diyakini di atas standar minimal DOB.

Pertanyaannya, apakah dengan begitu kita lantas berpuas diri dan berkata bahwa Nias Barat aman? Apakah janggal bila ada yang bertanya mengapa kinerja Nias Barat lamban? Bukankah semua unsur yang diperlukan untuk sebuah DOB, sama dengan yang dimiliki oleh  DOB lainnya di kepulauan Nias? Lalu, mengapa Daerah yang lain bisa mencapai nilai di atas standar minimal, sementara Nias Barat tidak?

Tentu saja soal-soal itu dapat dijawab tuntas oleh setiap pejabat eksekutif dan legislatif (DPRD) dengan berbagai argumentasi. Bisa dengan jawaban yang koheren dengan kenyataan dan bisa juga lainnya. Namun, jawaban apa pun yang diberikan, sudah pasti bukan indikasi dari adanya kemajuan di Nias Barat. Bukan pula merupakan bukti adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai tujuan utama pemekaran DOB.

Illustrasi (http://udinrosa.wordpress.com)
 Oleh karena itu, adu argumen atau debat nampaknya tak terlalu perlu. Yang diperlukan adalah kesediaan diri untuk bertanya: apakah benar bahwa semua aparat pemerintahan sudah melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di posisinya masing-masing sebagaimana diikrarkan pada saat mengambilan sumpah dan janji di awal menjadi pejabat? Apa benar bahwa semua jajaran eksekutif dan legislatif sudah menunjukkan kegigihannya berjuang untuk membangun masyarakat sebagaimana misi awalnya ketika hendak diperjuangkan menjadi DOB?

Adu Kuasa dan Pengaruh

Sambil merenungkan jawaban masing-masing, mari kita lihat pandangan masyarakat terhadap aparat Pemerintahan. Masyarakat Nias Barat selalu mengeluhkan kinerja pemerintahan di hampir semua Dinas. Apa saja yang diurus sering tidak langsung ditangani. Sikap para pejabat jarang (malahan tidak) nampak sebagai abdi masyarakat. Yang sering mengemuka adalah sikap yang sebaliknya. Itulah sebabnya penanganan urusan masyarakat sering tertunda-tunda, bahkan diulur-ulur. Atau hanya dikerjakan segera bila didahului oleh “ucapan terima kasih”. Benarkah demikian?

Lebih parah lagi, masyarakat melihat gelaja menganganya jarak antara Bupati dan DPRD. Ketidak-kompakan langkah dalam menangani Nias Barat sangat kentara. Ada kecenderungan adu kuasa dan adu pengaruh. Pihak Bupati dan DPRD bukannya menyatukan pikiran dan tenaga untuk  mengelola rupa-rupa potensi alam dan manusia demi kesejahteraan masyarakat. Mereka justru sibuk sendiri. Ribut. Menghabiskan waktu, tenaga, dan pikiran untuk berseteru guna membuktikan siapa yang paling berkuasa dan berpengaruh. Akibatnya, berbagai kegiatan Pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan nyaris stagnan, mandek.

Ancaman yang Sesungguhnya

Sejauh ini terbesit informasi bahwa pengesahan PPAS (Prioritas Plafon Anggaran Sementara), KUA (Kebijakan Umum Anggaran), Laporan Daya Serap Anggaran tahun 2013, RAPBD-P tahun 2013, dan RAPBD tahun 2014 belum dilakukan oleh DPRD. Padahal sejak Juli 2013 hal tersebut sudah disampaikan oleh Bupati kepada DPRD. Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut sudah tentu pekerjaan eksekutif akan terganggu. Akibatnya daya serap anggaran tahun 2013 bakalan turun lagi dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya.
 
Illustrasi (http://prayudii.wordpress.com)
Jika hal itu terjadi, bisa diduga apa yang akan terjadi tahun depan. Berulangnya pemangkasan nilai nominal anggaran bisa terjadi. Saya kira, inilah sesungguhnya yang merupakan ancaman nyata bagi Nias Barat. Manakala Anggaran tahun ini tak terserap, maka nominal anggaran tahun depan pasti dipangkas lagi seperti sebelumnya. Lalu kalau anggaran tahun depan itu tak terserap, maka nilai nominal anggaran tahun berikutnya akan dipangkas lagi.

Nah, pada saat anggaran tidak mencukupi untuk biaya operasional seperti gaji pegawai, biaya listrik, telpon, biaya pemeliharaan dan perawatan alat-alat kantor, apakah pembangunan bisa dilaksanakan? Mustahil, bukan? Dan kalau pembangunan tidak dilaksanakan, apakah Nias Barat masih dapat dipertahankan sebagai DOB? 

Lalu kalau terjadi demikian, mau bilang apa? ***

Tidak ada komentar: